Kesaksian Pramugari China
Saya adalah pramugari biasa dari
China Airline. Karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya
beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap
hari saya hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.
Pada 7 Juni yang lalu saya mengalami pengalaman yang mengubah pandangan
saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Seorang kakek dari desa.
Hari itu jadwal perjalanan kami dari Shanghai menuju Peking. Penumpang
sangat penuh. Di antara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa,
merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya. Saat
itu saya yang berdiri di pintu pesawat menyambut penumpang. Kesan
pertama dalam pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju
sehingga seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Pelayanan dipesawat
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman. Ketika
melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut. Dia duduk
dengan tegak dan kaku di tempat duduknya dengan memangku karung tua
bagaikan patung. Kami menanyakannya mau minum apa. Dengan terkejut dia
melambaikan tangan menolak. Saat kami hendak membantunya meletakkan
karung tua di atas bagasi tempat duduk, juga ditolak olehnya. Lalu kami
membiarkannya duduk dengan tenang.
Menjelang pembagian makanan,
kami melihat dia duduk dengan tegang di tempat duduknya. Kami menawarkan
makanan, juga ditolak olehnya. Akhirnya kepala pramugari dengan akrab
bertanya kepadanya apakah dia sakit. Dengan suara kecil dia menjawab
bahwa dia hendak ke toilet, tetapi takut apakah di pesawat boleh
bergerak sembarangan. Dia takut merusak barang dalam pesawat. Kami
menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan
menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet.
Saat
menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik penumpang
di sebelahnya dan menelan ludah. Dengan tidak menanyakannya kami
meletakkan segelas minuman teh di mejanya. Ternyata gerakan kami
mengejutkannya. Dengan terkejut dia mengatakan tidak usah. Kami
mengatakan bahwa dia sudah haus dan memintanya minum tehnya. Dengan
spontan ia mengeluarkan segenggam uang logam dari sakunya dan
menyodorkannya kepada kami. Kami menjelaskan kepadanya bahwa minumannya
gratis. Dia tidak percaya.
Cerita kakek
Dia berkata bahwa
dalam perjalanan menuju bandara, dia merasa haus. Dia meminta air kepada
penjual makanan di pinggir jalan, tetapi tidak diladeni dan malah
diusir. Saat itu kami mengetahui, bahwa demi menghemat biaya perjalanan
dari desa, dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil.
Karena uang yang dibawa sangat sedikit, ia hanya dapat meminta minuman
kepada penjual makanan di pinggir jalan. Itu pun kebanyakan ditolak dan
dia dianggap sebagai pengemis.
Setelah kami membujuk dia terakhir
kali barulah dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh.
Kami menawarkan makanan, tetapi ditolak olehnya. Dia menceritakan bahwa
dia mempunyai dua putra yang sangat baik. Putra sulungnya sudah bekerja
di kota dan yang bungsu sedang kuliah di tingkat tiga di Peking. Anak
sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal
bersama di kota.
Tetapi, kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal di
kota dan akhirnya pindah kembali ke desa. Sekali ini orang tua tersebut
hendak menjenguk putra bungsunya di Peking. Anak sulungnya tidak tega
melihat dia naik mobil begitu jauh sehingga membelikan tiket pesawat dan
menawarkannya untuk menemani bapaknya bersama-sama ke Peking. Tetapi si
ayah menolaknya karena dianggap terlalu boros. Dia bersikeras pergi
sendiri. Akhirnya dengan terpaksa anaknya menyetujui keputusannya itu.
Dia merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya.
Ketika melewati pemeriksaan keamanan di bandara, petugas menyuruhnya
menitipkan karung tersebut di tempat bagasi. Tetapi, dia bersikeras
membawa sendiri. Dia mengatakan jika ditaruh di tempat bagasi, ubi
tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur.
Akhirnya kami membujuknya untuk meletakkan karung tersebut di atas
bagasi tempat duduk. Akhirnya dia bersedia dan dengan hati-hati
meletakkan karung tersebut.
Ucapan terima kasih yang tulus
Saat dalam penerbangan, kami terus menambah minuman untuknya. Dia
selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus. Dia tetap tidak
mau makan, meskipun kami mengetahui bahwa sesungguhnya dia sudah sangat
lapar. Saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan
apakah ada kantong kecil dan meminta saya meletakkan makanannya di
kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan
yang begitu enak. Dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya. Kami
semua sangat kaget. Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang
begitu biasa, di mata seorang desa menjadi begitu berharga
.
Dengan menahan lapar, dia menyisihkan makanan tersebut untuk anaknya.
Dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum
kami bagikan kepada penumpang. Setelah menaruhnya dalam suatu kantong,
makanan itu kami berikan kepada kakek tersebut. Di luar dugaan dia
menolak pemberian kami. Dia hanya menghendaki bagiannya yang belum
dimakan, tetapi tidak menghendaki yang bukan miliknya. Perbuatan yang
tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagi saya.
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut
sudah berlalu. Tetapi, siapa menduga saat semua penumpang sudah turun
dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya
keluar dari pintu pesawat. Sebelum keluar, dia melakukan sesuatu hal
yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya.
Dia
berlutut untuk mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi. Dia
mengatakan bahwa kami semua adalah orang paling baik yang dijumpainya.
Kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang
begitu manis dan makanan yang begitu enak. Hari ini kalian tidak
memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik. Saya
tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian. Semoga
Tuhan membalas kebaikan kalian," dia mengucapkannya sambil menangis.
Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang
bekerja di lapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam penumpang sudah saya
jumpai. Ada yang banyak tingkah, yang cerewet, dan lain-lain. Tetapi,
saya belum pernah menjumpai orang yang mengucapkan terima kasih dengan
tidak biasa kepada kami. Kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin
dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan.
Kami hanya menyajikan
minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut
mengucapkan terima kasih yang tidak biasa, sambil merangkul karung tua
yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk
anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya.
Tindakan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman
yang sangat berharga bagi saya pada masa datang yaitu, jangan memandang
orang dari penampilan luar, tetapi harus tetap menghargai setiap orang
dan mensyukuri apa yang kita dapat.
Catatan:
Mengapa kisah
tersebut bisa begitu dramatis? Paling tidak ada tiga penyebab. Pertama,
kita sudah terbiasa hidup di lingkungan yang kurang bersyukur. Kedua,
kita terbiasa bekerja tanpa hati. Ketiga, tindakan yang kita anggap
wajar, menurut standard Tuhan menjadi luar biasa. "Mengucap syukurlah
dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus
Yesus bagi kamu."
......Kasihmu terpancar dari dalam Hati, itu adalah kasih yang dari Tuhan....
Post a Comment