Kekristenan bukanlah agama yang murahan,
asal percaya Yesus sebagai Tuhan terus masuk sorga. Bukan bermaksud
mempersulit orang masuk KerajaanNya. Sorga yang diraih dengan murahan
adalah Kerajaan abal-abal dan dapat dipastikan bukanlah tempat Tahta
Allah yang Maha Kudus. Memang harus diakui paket keselamatan yang
dikerjakan oleh Kristus sudah sempurna dimana dosa diampuni, lemah
dikuatkan, sakit disembuhkan, miskin diperkaya dan mati masuk sorga.
Inilah jaminan yang tidak pernah bisa diberikan oleh manusia manapun
selain Yesus Kristus yang lahir di kandang domba.
Semua itu anugerah gratis dari Tuhan
namun untuk dapat menikmatinya dibutuhkan sebuah perjuangan yang keras,
konsisten, masif dan harus selalu meng”upgrade” hal-hal yang up to date
dalam perkara-perkara sorgawi. Orang Kristen harus serakah untuk sorga
dan konsumtif bila menyangkut kerajaanNya. Tanpa semua itu maka
kekristenan akan terdegradasi dan dilindas dengan keduniawian.
Mereka yang merasa sudah mengaku percaya
Yesus sebagai Tuhan namun masih hidup arogan, nafsu liar, jahat, sadis
dan najis dapat dipastikan nafasnya bau busuk, perkataanya persis
comberan, yang selalu menyeret orang kedalam dosa dan pencobaan. Yang
model begini tidak akan pernah masuk area kemuliaan Allah dan sudah
pasti tertolak dari zona sorga.
Kekristenan adalah kemelekatan diri
dengan Kristus hari demi hari tanpa ada jeda waktu. Setiap detik rasanya
berharga dan penting untuk duduk diam menikmati kemurahan Tuhan.
Memiliki integritas yang tinggi dan loyalitas yang tidak pupus ditelan
jaman. Indikatornya sangat jelas bahwa setiap tarikan nafas mengalirkan
kerinduan akan Tuhan dan hati yang membara bagi kekasih jiwa.
Banyak Jemaat gereja Tuhan yang merasa
cukup puas bila sudah bisa mengikuti seluruh prosesi ibadah dari
liturgi doa, pujian, kotbah dan memberi kolekte. Namun sebenarnya
semuanya itu masih sangat dibawah standar.Model Kristen ini mereka
menganggap gereja adalah kapal pesiar dengan berbagai fasilitas mewah
dengan hiburan-hiburan yang memuaskan selera jiwa bukan sedang berada di
kapal perang. Namun sesungguhnya anak Tuhan tidak seharusnya berada di
kapal pesiar hanya sebagai penikmat dari seluruh acara yang
ada. Kekristenan seperti ini ujung-ujungnya banyak menuntut dan sebagai
penonton dari seluruh kegiatan ibadah dan pelayanan. Jika ada kekurangan
langsung mengkritik, caci maki dan segera meninggalkan gereja.
Namun sesugguhnya Kekristenan sedang
masuk di kapal perang, dimana orang-orang di dalamnya dilatih
menggunakan senjata, menembak sasaran yang jelas, berlari-lari dengan
tujuan yang jelas. Hasil dari didikan gereja yang bak kapal perang ini
menghasilkan kekristenan yang militan, radikal dan ekselen spirit. Siap
meluluhlantakkan tentara iblis dan kembali membuat track record kejayaan dari Kerajaan yang Maha tinggi dengan memenangkan jiwa-jiwa.
Jemaat model kapal pesiar akan menjadi
jago kandang. Kalau hanya suruh tepuk tangan, berkarunia roh dan dan
liturgi tidak perlu diragukan. Belum lagi demontrasi karunia roh dari
bahasa Roh, nubuat, penglihatan yang dipertontonkan di etalase
bergereja. Namun ketika menghadapi radikalisme, intoleran serta ancaman
yang menyangkut nyawa, tiba-tiba nyalinya ciut, imannya luluh lantak
seperti ager-ager yang siap disantap. Semua itu terjadi karena hilangnya
urapan yang merupakan hal vital jika tidak ada maka akan sangat fatal.
Kita tahu pasti bahwa Tuhan sendiri akan
mensupport dan mensuplay hidup kita. Hidup orang percaya diukir di
telapak tangan Tuhan (Yes 49:16), serta dimeteraikan melalui garis-garis
tangan yang ada supaya orang tahu perbuatanNya (Ayub 37:7), sementara
rambut dikepala kitapun terjaga dengan rapi dan tidak dibiarkannya jatuh
(Luk 21:18). Yesaya dengan jelas mengatakan : “Yesaya 46:4 Sampai masa
tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong
kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau
memikul kamu dan menyelamatkan kamu. Mengingat intervensi Illahi yang
sedemikian luar biasa di dalam kehidupan kita maka sebaiknya kita
menciptakan aroma keintiman bersamaNya.
Urapan Tuhan mampu menstabilkan hidup
kita terus berada di atas gelombang persoalan sambil berselancar
menikmati indahnya kebersamaan dengan Allah kita terus tetap dalam
performa yang indah bersama Tuhan.
Arti Aroma dalam kamus bahasa Indonesia
adalah bau-bauan yang harum. Harus diakui aroma yang harum akan
terpancar bila seseorang menemukan kebenaran sejati. Paulus mengatakan :
“ Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di
tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa.
(II Korintus 2:15). Ayat ini secara sederhana mengatakan bahwa
kekristenan merupakan kebanggaan Allah sendiri karena menyebarkan bau
wangi yang terpancar dari Kristus. Orang yang menciptakan keharuman
adalah orang yang sungguh-sungguh berendam lama di wewangian (Ester
2:12). Minyak wangi akan selalu menyukakan hati (Ams 27:9). Aroma
wewangian adalah syarat utama menghadap raja (Ester 2:12). Aroma
wewangian adalah korban persembahan (kel 30:7) yang menyukakan hati
Yesus sendiri (Luk 7:37-50).
Keintiman tidak bisa terjadi secara
mendadak melainkan sebuah proses persahabatan (Yak 2:23), tunangan (2
Kor 11:2), Mempelai (Wah 21:9) dan masuk ke dalam kamar (Kid Ag 3:4).
Dalam kenikmatan hubungan akan membuahkan hal-hal yang indah dalam
kehidupan, tidak lagi ada sekat, perbedaan dan kekacauan. Puncak
perjumpaan dengan yang suci, berbagai hal yang biasanya bertentangan
tampak sejalan untuk mengungkapkan kesatuan yang mendasar. Lihat kisah
tanpa Eden sebelum terjadi skandal, semua berjalan mulus tanpa ada
pertentangan soal kehidupan namun sesudah kejatuhan maka semua hal
bertentangan dengan sang kehidupan.
Abraham adalah pribadi yang hebat yang
memiliki insting rohani yang tajam yang sering kali orang menyebutnya
dengan kepekaan roh. Ketika Ia melihat 3 orang asing maka Abraham dengan
tepat berlari dan menyembah (Kej 18:2). Di jaman Abraham hidup biasanya
orang asing yang tidak dikenal biasanya rampok atau penjahat sehingga
orang harus siap menyambut dengan menghunus pedang. Namun Abraham tidak
demikian Ia langsung menyembah.
Inilah pertama kalinya Allah Sang Pencipta “incognito”
menyamar menjadi bentuk manusia dan menjumpai manusia setelah Adam
jatuh. Allah sendiri merindukan keintiman dengan makluk ciptaan termulia
sehingga Ia tidak tahan di singgasananya dan beranjangsana ke bumi.
Seluruh dunia yang bisa menyambut kehadiran Allah layaknya sahabat hanya
Abraham. Musa saja hanya melihat punggungnya Allah (Kel 33:23),
dikisahkan Musa berjumpa dengan Tuhan dengan wajah bercahaya (Kel
34:29).
Namun keberadaannya adalah Tuhan sebagai pribadi yang ILLAHI sementara Musa sebagai makluk insani. Abraham
satu-satunya makluk di bumi ini yang menyambut Allah sebagai manusia
dan bercakap-cakap, duduk dan makan bersama (kej 18:8). Inilah yang
menjadi kebanggaan orang Yahudi Nenek Moyang mereka bisa berjumpa dengan
Allah seperti sahabat.
Namun bila mereka akan terheran-heran
bila melihat Allah menjadi manusia seutuhnya dan selama 33,5 tahun
berjalan-jalan di bumi. Incognito Allah tersebut ditolak mentah-mentah
bahkan dianiaya sampai mati disalibkan yakni Yesus Kristus. Untuk itulah
sampai saat ini mereka tidak percaya akan KeTuhan Kristus, karena
dianggapnya sebagai guru etika tingkat dewa.
Yang perlu diingat bahwa Abraham tidak
cukup menyembah Tuhan saat Ia datang. Abraham tidak puas hanya sekedar
sujud menyembah, dan tidak menghasilkan apapun. Abraham perlu minta
belas kasihan untuk Tuhan sendiri berkenan datang ke rumah menikmati
hidangan yang dipersembahkannya. Model seperti ini sering kali digunakan
oleh Yesus dalam mengajar Kerajaan Allah dan menyelamatkan jiwa-jiwa.
Yesus sendiri berkata kepada Zakheus, "Zakheus, segeralah turun, sebab
hari ini Aku harus menumpang di rumahmu (luk 19:5), Ia akan tetap
mengetuk pintu, menantikan untuk masuk dan menikmati makan bersama bagi
mereka yang membukakanNya (Wah 3:20)
Kekristenan tidak cukup hanya menyembah
dan memuji di gereja maupun persekutuan doa manapun. Tahapan selanjutnya
harus mengajak Tuhan untuk terus menjalin sebuah komunikasi yang inten
dan masif dalam setiap inci kehidupan. Manifestasi hubungan dengan Tuhan
akan lebih nyata bila di luar tembok gereja dan persekutuan. Ketika
kita sendiri tidak ada orang menyaksikan kita maka apa yang kita perbuat
itulah yang menentukan karakter kita. Ketika kita melihat orang-orang
yang butuh pertolongan reaksi kita menentukan iman kita apakah sedang
dipimpin Roh Kudus atau egoisme kita.
Abraham ketika duduk diam bersama Allah
makan hidangan olahan yang sudah dipersiapkan menghasilkan mujizat.
Kemandulan yang bertentangan dengan karakter wanita normal yang sudah
menikah tiba-tiba dibuat subur oleh Tuhan sekalipun sudah menopaus (Kej
18:10). Inilah urapan yang mematahkan setiap belenggu (Yes 10:27),
Setiap orang percaya harus mendapatkan “fress anointing” urapan
yang segar. Hal ini bisa diperoleh bukan satu jam dan dua jam dalam
ibadah melainkan membutuhkan keintiman dengan durasi yang panjang setiap
hari, minggu, bulan dan tahun!
Keturunan Abraham selanjutnya Yakub,
memiliki pergulatan bersama Malaikat Tuhan di sungai Yabok, yang
menentukan berkat bagaimana Yakub punya nyali menghadapi Esau dan
identitas yang baru sebagai Israel (Kej 32). Puncak pertemuan dengan
Tuhan sendiri membuahkan urapan ganda. Perempuan yang sakit dua belas
tahun pendara han ketika menjamah jumbai jubah Yesus kesembuhan terjadi
(Luk 8:44). Aroma keintiman bersama Tuhan harus menjadi pola hidup kita
sehingga kita dapat memperoleh urapan yang baru.
Untuk dapat menyebarkan aroma Tuhan, mau
tidak mau kita harus membara untuk kebenaran. Rasanya tidak puas jika
hanya mencicipi hidangan ala snack saja. Kita harus makan besar seperti
pesta mewah dengan aneka makanan yang membangkitkan selera. Namun untuk
mendapatkan rasa lapar tersebut dibutuhkan doa meminta hati yang lapar
dan haus akan kebenaran.
Persoalannya banyak anak Tuhan hatinya
sudah sarat dengan pesta pora dan kemabukan (Luk 21:13), belum lagi
hatinya penuh beban, dan penderitaan, akar pahit, amarah dan dendam.
Untuk itulah Yesus Kristus berdiri ingin membereskan semuanya itu untuk
kita datang kepadaNya (Mat 11:28,29). Ketika kita sudah dapat kelegaan
maka kita akan dapat belajar serta bergairah akan kebenaran.
Kebenaran demi kebenaran yang sudah
meresap dalam jiwa yang sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
adalah keintiman bersama Tuhan. Keintiman dengan Tuhan tidak selalu
tampak dalam lutut dan penyembahan namun dalam praktek kebenaran Allah
dan disitulah urapan akan terpancar. Amin
Post a Comment